Foto: Ilustrasi kotak kosong di Pilkada Serentak 2024.
Jakarta
Dalam lanskap demokrasi Indonesia, keberadaan calon tunggal menjadi fenomena yang semakin sering terjadi. Meski dianggap sah sebagai bagian dari dinamika politik, ada potensi risiko besar yang mengintai: kekalahan melawan kotak kosong. Ini bukan sekadar teori, melainkan realitas yang harus diantisipasi sejak dini.
Aminurokhman, anggota Komisi II DPR, menegaskan bahwa kekalahan calon tunggal dari kotak kosong akan berdampak besar, terutama terkait pelaksanaan pilkada ulang. “Calon tunggal memang representasi demokrasi kita, tetapi jika kalah dari kotak kosong, kita harus bersiap untuk menggelar pemilihan ulang,” ujarnya usai Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR di Karawang, Jawa Barat, Rabu (11/9/2024).
Dalam diskusi bersama KPU RI, Aminurokhman membahas lebih jauh soal konsekuensi kekalahan calon tunggal, termasuk kesiapan menghadapi Pilkada Ulang yang direncanakan pada tahun 2025. Sebagai mantan Wali Kota Pasuruan dua periode, ia menyoroti pentingnya persiapan anggaran dan waktu untuk menggelar pilkada ulang. Proses ini tidak sesederhana yang dibayangkan, karena tahapan seperti pendaftaran ulang hingga kampanye membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
“Jika pilkada ulang digelar, selama masa jeda akan ada penjabat sementara yang mengisi kekosongan. Namun, masalah muncul ketika penjabat ini menjabat lebih dari enam bulan. Kami di Komisi II keberatan jika penundaan hingga 2025 menyebabkan masa jabatan penjabat terlalu lama,” tegasnya.
Aminurokhman juga mengingatkan para calon yang mungkin harus mengikuti pilkada ulang, bahwa masa jabatan mereka tidak akan berlangsung penuh lima tahun. Hal ini dikarenakan Pilkada Serentak 2029 yang harus tetap dilaksanakan sesuai jadwal.
“Keserentakan Pilkada 2029 adalah prioritas dan tidak bisa ditunda hanya karena ada pilkada ulang. Jika calon meminta masa jabatan penuh lima tahun, itu akan menciptakan komplikasi baru. Oleh karena itu, regulasi yang tegas dan jelas harus disiapkan dari awal,” jelas legislator dari Dapil Jawa Timur II ini.
Aminurokhman menekankan pentingnya regulasi yang matang agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Para calon harus memahami bahwa jika terjadi pilkada ulang, masa jabatan mereka tidak akan penuh lima tahun, dan mereka harus siap menerima konsekuensinya.
“Dengan regulasi yang baik dan pemahaman yang jelas dari para calon, pelaksanaan pilkada ulang dapat berjalan lancar tanpa memicu masalah baru di masa depan,” tutupnya.