Ekosistem ekonomi digital Bali menemukan momentum untuk semakin bertumbuh dan semakin kuat. Setidaknya ada dua momentum yang membawa ekonomi digital Bali ke level selanjutnya yang bahkan membuat Bali bisa bisa menjadi hub ekonomi digital tanah air bahkan di Asia Tenggara.
Pertama, adanya konsep Ekonomi Kerthi Bali yang dicanangkan Gubernur Bali Wayan Koster dengan menempatkan ekonomi kreatif dan ekonomi digital sebagai salah satu dari enam sektor unggulan ekonomi pariwisata.
Kedua, Pemerintah Provinsi Bali sukses menggelar event Bali Digital Festival atau Bali DigiFest yang berlangsung pada 8-10 April 2022 dengan mengangkat tema “Digital Kerthi Bali: Enabling Bali as Digital Creative Paradise” atau “Spirit Menumbuhkembangkan Kreativitas Digital sehingga Bali Menjadi Surganya Komunitas Digital.”
“Saya melihat dua momentum ini adalah angin segar bagi ekosistem ekonomi digital di Bali semakin bertumbuh dan kuat serta tentunya Bali bisa jadi hub ekonomi digital dan surganya komunitas dan pelaku ekonomi digita seperti startup,” kata pemerhati ekonomi digital Pontas Hottua Simamora yang juga Wakil Ketua Bidang Ekonomi DPW Partai NasDem Provinsi Bali, Senin (16/5/2022).
Selain dua momentum yang telah disebutkan, Pontas melihat ada tiga kekuatan yang bisa memungkinan Bali menjadi hub dan pusat ekonomi digital di Indonesia. Pertama, market atau calon pembeli di Bali cukup besar. Kedua, Bali itu bisa dianalogikan seperti orang yang bisa dipercaya dan sudah well branded atau terkenal. Ketiga, SDM Bali terkenal sangat kreatif.
“Gubernur Bali memang sudah sangat tepat menangkap fenomena dan peluang ekonomi digital ini. Maka dia sebenarnya hanya membuka jalan saja,” kata pria yang juga pengusaha di bidang IT ini.
Dikatakan ekonomi digital ini memperbesar peluang penyerapan tenaga kerja, dan anak-anak muda saat ini lebih senang berbisnis secara digital dan online dengan market place. Terlebih peluang kerja dan pelaung bisnis ikutan dari ekonomi digital ini banyak sekali.
“Saya banyak bertemu dengan anak-anak muda, dengan pelaku startup maupun yang jualan online di market place, mereka dapat untung banyak dan mereka lebih tertarik kesana. Banyak juga yang berkerja paruh waktu atau freelance di sektor yang berkaitan dengan ekonomi digital, dan mereka enjoy karena tidak terikat jam kerja yang kaku,” ungkapnya.
Secara perhitungan biaya, bisnis dengan digitalisasi tentu bisa lebih murah, biaya mendirikan usaha lebih murah, tidak perlu kantor besar, biaya overhead rendah. Di sisi lain bagi pemerintah ekonomi digital juga menjadi peluang untuk memperbesar pendapatan pajak.
Berbicara soal kesiapan dari sisi SDM untuk menangkap peluang ekonomi digital ini baik dari sisi tenaga kerja maupun dari sisi enterprenurnya, Pontas meyakini SDM Bali tidak kalah. Keyakinan ini didukung dengan fakta bahwa di Bali banyak sekolah dan perguruan tinggi IT yang berkualitas dengan lulusan yang berdaya saing.
“Di Bali selain basic-nya kreatif, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi IT juga mendukung, ada ITB STIKOM Bali, STMIK Primakara dan kampus IT lainnya. Tinggal infrastrukur telekomunikasi diperkuat, bandwith internet diperbesar serta dukungan sistem pembayaran yang makin mumpuni,” pungkas Pontas.
Seperti diketahui Gubernur Bali Wayan Koster membangun Bali Era Baru dengan kekuatan transformasi ekonomi yang tidak lagi hanya bertumpu pada sektor pariwisata tapi mengangkat dan menggali potensi sektor unggulan lainnya untuk menyeimbangkan struktur ekonomi Bali dengan basis ekonomi hijau, ekonomi ramah lingkungan dan ekonomi sirkular.
Konsep itu disebut Gubernur sebagai Ekonomi Kerthi Bali yang memiliki 6 sektor unggulan sebagai Pilar Perekonomian Bali, yaitu Sektor Pertanian dalam arti luas termasuk Peternakan dan Perkebunan, Sektor Kelautan/Perikanan, Sektor Industri, Sektor Industri Kecil Menengah (IKM), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi, Sektor Ekonomi Kreatif dan Digital dan Sektor Pariwisata.
Ekonomi Kerthi Bali dengan 6 sektor unggulan ini akan mewujudkan perekonomian Bali yang harmonis terhadap alam, berbasis sumber daya lokal, menjaga kearifan lokal, hijau/ramah lingkungan, berkualitas, bernilai tambah, tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan.