Foto: Ilustrasi PPDB Zonasi.
Jakarta
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Lisda Hendrajoni, berharap adanya evaluasi kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan zonasi yang sudah diterapkan beberapa tahun terakhir.
“Niatnya bagus untuk memudahkan akses, agar tidak ada diskriminasi antara sekolah unggulan dan sekolah biasa. Tapi kenyataannya ini jadi permasalahan dari tahun-tahun kemarin sampai tahun ini,” ujar Lisda dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X DPR dengan para mantan Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh, Muhadjir Effendy, dan Muhammad Nasir, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Berbagai masalah muncul dari PPDB dengan sistem zonasi. Di antaranya ada migrasi domisili anak yang hendak masuk sekolah tertentu, sekolah yang kelebihan calon peserta didik, sekolah kekurangan siswa, dan adanya praktik pungli.
“Kami ini sebagai anggota dewan ditelepon para orang tua yang anaknya tidak masuk jalur prestasi, kurang sedikit, kemudian secara zonasi juga kurang sedikit, dan ini jadi masalah,” ujarnya.
Menurut Lisda, inti dari permasalahan ini adalah kualitas sekolah yang kurang merata. Para orang tua tentu menginginkan anaknya bersekolah di sekolah dengan kualitas yang baik.
“Tentu orang tua menginginkan anaknya sekolah di sekolah yang sesuai. Kalau terlalu timpang, yang tadinya laboratorium sekolahnya bagus, fasilitasnya bagus, tiba-tiba SMP-nya dipaksa sekolah di dekat rumah yang kualitasnya jauh, tentu orang tua berusaha mencari sekolah yang pas,” urainya.
“Banyak masukan dari masyarakat untuk ini (PPDB zonasi) dikembalikan ke rayon sebelumnya,” tukas legislator dari dapil Sumatra Barat I (Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, dan Kota Padangpanjang) itu.