Foto: Pemerhati budaya Anak Agung Bagus Krisna Adipta Wardana yang juga Wakil Ketua Bidang Agama & Masyarakat Adat DPW Partai NasDem Provinsi Bali.
Denpasar, partainasdembali.org
Pro kontra masih terus berlanjut terkait penetapan Hari Arak Bali yang ditetapkan setiap tanggal 29 Januari oleh Gubernur Bali Wayan Koster. Pihak yang menolak hari Arak Bali beranggapan tidak ada urgensi dan dampak positif dari dari penetapan Hari Arak Bali ini.
Terkait hal tersebut, pemerhati budaya Anak Agung Bagus Krisna Adipta Wardana yang juga pengurus DPW Partai NasDem Provinsi Bali memandang bisa jadi memang penetapan Hari Arak Bali diperlukan atau mungkin juga belum terlalu urgent, jadi tergantung perspektif dan tujuannya apa.
“Kalau memang untuk membranding produk arak Bali lalu ditetapkan ada satu hari khusus bernama Hari Arak Bali, ada benarnya juga, dan sah-sah saja,” kata tokoh yang akrab disapa Gung Krisna ini.
“Tapi sebenarnya tidak harus ada satu hari dan tanggal khusus arak Bali. Yang penting bagaimana potensi ekonomi dari arak Bali bisa diangkat, dinikmati masyarakat dan petani arak Bali terlindungi dan bisa sejahtera. Jadi tidak perlu ada hari khusus arak. Toh kita tahu juga kebutuhan arak untuk kegiatan agama, adat dan budaya sudah dari dulu ada,” papar pria yang juga Wakil Ketua Bidang Agama & Masyarakat Adat DPW Partai NasDem Provinsi Bali ini lebih lanjut.
Tokoh asal Puri Agung Bangli ini berharap Gubernur Bali Wayan Koster mampu memberikan penjelasan yang lebih detail kepada publik apa sebenarnya urgensi dari penetapan Hari Arak Bali setiap tanggal 29 Januari dan apa saja dampak positifnya untunk Bali. Tapi apun itu, intinya diharapkan dari segi ekonomi yang penting ada perlindungan dan penataan berkesinambungan terhadap keberadaan arak Bali dan petani arak Bali.
“Yang penting memberikan perlindungan, memberikan jaminan kesejahteraan kepada petani arak Bali dengan program pelatihan, standar mutu arak, pemasaran dan lainnya. Jadi lebilh baik itu difokuskan sehingga petani mampu menghsilkan produk yang layak ketimbang fokus pada satu hari khusus Hari Arak Bali,” terangnya.
Pihaknya mengakui publik memang masih belum paham betul apa landasan rasional dan urgensi dari penetapan Hari Arak Bali setiap tanggal 29 Januari sehingga ada pihak-pihak yang memplesetkannya di media sosial sebagai hari mabuk agung, ataupun menganggap lebih banyak dampak negatifnya.
Temasuk juga ada penolakan dari Forum Advokasi Hindu Dharma (FAHD) membuat sebuah petisi terkait penetapan Hari Arak Bali setiap tanggal 29 Januari. Petisi ini muncul di laman laman Change.org dan dibuat pada Senin, 2 Januari 2023. FAHD membuat petisi tersebut karena Hari Arak Bali tak memiliki urgensi.
Selain itu, Hari Arak Bali juga dinilai tidak ada manfaat positifnya. Petisi ini berjudul SURAT TERBUKA KEPADA GUBERNUR BALI : “Arak Tidak Memerlukan Hari Khusus”.
“Kita pahami persepsi publik jadinya bisa berbeda, maka pointnya harus dijelaskan oleh Pak Gubernur urgensi Hari Arak Bali apa, maksud dan tujuannya seperti apa. Tapi sekali lagi sebenarnya implementasi Pergubnya yang harus diperkuat untuk bisa lebih melindungi dan mengangkat produk lokal arak Bali,” harap Gung Krisna.
Di sisi lain Gung Krisna mengingatkan bahwa memang keberadaan arak di Bali tidak terlepas dari aspek adat istiadat, budaya, dan upacara agama. “Jadi arak di Bali tidak lepas dengan tatanan adat budaya dan agama serta menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban Bali,” ujarnya.
Jadi dari sisi ekonomi tentu, keberadaan arak Bali akan memberikan dampak ekonomi karena dipakai untuk kepentingan adat, budaya dan agama, apalagi dikembangkan untuk kepentingan sektor pariwisata. Namun karena arak Bali adalah minuman beralkohol tentu dampak negatifnya perlu diperhatikan.
“Karena Bali daerah wisata kenapa tidak diangkat dengan serius potensi arak Bali ini untuk konsumsi wisatawan yang memang punya kebutuhan terhadap minuman beralkohol,” ujarnya.
Gung Krisna mengingatkan mengangkat potensi arak Bali tentu harus diimbangi dengan pemberdayaan dan perlindungan petani arak Bali-nya hingga aspek perizinannya. “Karena sudah ada Pergubnya, perlindungannya sangat perlu dan harus lebih kuat, terutama untuk petani yang kecil dengan modal yang sangat minim sehingga semua agar merata dapat,” ujar Gung Krisna.
Untuk konsumsi arak Bali lebih lanjut tentu dengan proses lebih lanjut. “Jadi harus ada perusahaan yang mengambil produk arak petani untuk diolah lebih lanjut dan dipasarkan sehingga bisa disajikan kepada wisatawan sesuai dengan standar,” harapnya.