Foto: Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa.
Jakarta, partainasdembali.org
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa, menegaskan komisinya tidak menyetujui model penghitungan suara dua panel. Kebijakan itu sebelumnya diusulkan KPU sebagai model perhitungan suara Pemilu 2024.
“Kebijakan penghitungan suara dua panel ini bakal memecah fokus masyarakat saat penghitungan surat suara,” ujar Saan dalam Rapat Konsultasi Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu, membahas Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu, di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (20/9/2023) malam.
Sistem penghitungan surat suara dua panel dikenalkan KPU dalam rancangan PKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum (Tungsura). KPU membagi anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di tempat pemungutan suara (TPS) dalam dua kelompok atau panel.
Panel A yang bertugas menghitung hasil pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota DPD, sedangkan panel B menghitung hasil pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Menurut Saan, masyarakat bakal condong menyaksikan penghitungan suara pemilihan presiden dan wakil presiden, ketimbang calon anggota legislatif.
“Daya tarik pilpres lebih kuat dibanding pileg. Padahal, kedudukan pilpres dan pileg dalam pemilu setara,” ujar Legislator NasDem itu.
Selain itu, kata Saan, sistem penghitungan suara dua panel juga berpotensi ada kerawanan kecurangan karena di setiap TPS hanya ada satu pengawas TPS dari Bawaslu dan tidak bisa ditambah.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan penghitungan dua panel bakal menyulitkan kerja pengawas TPS yang hanya digariskan berjumlah satu orang di tiap TPS. Bawaslu menjadi pihak yang keberatan dengan usulan kebijakan itu.
Rapat Konsultasi tersebut memutuskan Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem penghitungan suara satu panel seperti pemilu sebelumnya.