Foto: Ilustrasi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
JAKARTA
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani, menegaskan bahwa buruh yang sudah memiliki rumah tidak perlu diwajibkan untuk mencicil iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Namun, bagi mereka yang belum memiliki rumah dan ingin ikut serta dalam Tapera, pemerintah diharapkan bisa memberikan solusi yang mengakomodasi kebutuhan mereka.
“Tak perlu menunggu 30 tahun untuk merasakan manfaat dari Tapera. Jika sekarang potongan iuran Tapera adalah Rp100 ribu per bulan, maka dalam 25 tahun buruh hanya akan mengumpulkan sekitar Rp30 juta. Dengan nilai uang 25 tahun ke depan, jumlah ini mungkin hanya cukup untuk membangun dapur atau WC, bukan sebuah rumah,” ujar Irma Suryani saat menerima audiensi dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan DPRD Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) di ruang rapat Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).
Sebagai legislator dari Dapil Sumatera Selatan II, Irma menyambut baik usulan-usulan yang disampaikan dalam audiensi tersebut. Ia menilai para pekerja telah menyampaikan aspirasi mereka dengan cara yang konstruktif, tanpa aksi demonstrasi yang anarkis. “Mereka menyampaikan dengan reasoning yang jelas dan sesuai peraturan perundang-undangan, serta menyampaikan narasi dengan baik,” ungkap Irma.
Irma, yang akan kembali menjabat sebagai anggota DPR RI untuk periode 2024-2029, melihat audiensi ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat terkait program-program pemerintah yang mungkin dianggap kontraproduktif terhadap kondisi sosial ekonomi. Hasil audiensi ini, kata Irma, akan disampaikan oleh Komisi IX kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.
“Tentu saja, ini akan kami sampaikan. Bahkan jika perlu lintas komisi, juga akan kami sampaikan, karena ini bagian dari tanggung jawab kita,” tegas Irma.
Mengenai Tapera, Irma menyoroti bahwa para pekerja lebih menginginkan agar pemerintah terlebih dahulu menyediakan rumah yang dapat dicicil secara sukarela. “Pemerintah harus hadir di tengah masyarakatnya, memberikan solusi yang nyata dan bisa dijalankan. Sediakan dulu rumahnya, biarkan mereka cicil,” ujarnya.
Irma juga menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi warganya, termasuk dalam penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. “Ini adalah amanat konstitusi. Saya harap pemerintah mendengar dan mengakomodasi permintaan pekerja ini,” tambahnya.
Terkait dengan klaster ketenagakerjaan dalam UU Omnibus Cipta Kerja, Irma mengungkapkan bahwa serikat pekerja meminta pemerintah untuk mengeluarkan klaster tersebut dari undang-undang tersebut, karena dinilai merugikan pekerja. Irma menyatakan sepakat dengan permintaan tersebut.
“Hal-hal lain dalam Omnibus Law bagus dan kami dukung, tapi untuk klaster ketenagakerjaan ini, kami meminta agar dikeluarkan saja agar tidak menjadi kontraproduktif,” pungkasnya.