Foto: Ilustrasi kekerasan seksual berbasis elektronik.
Jakarta
Dorong berbagai upaya untuk mengatasi sejumlah hambatan dalam menekan jumlah kasus kekerasan seksual di Tanah Air. Efektivitas aturan perundangan yang ada harus terus ditingkatkan.
“Tindak kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) semakin marak dewasa ini. Aturan perundangan yang ada harus mampu melindungi setiap warga negara dari ancaman tersebut,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/5/2024).
Komnas Perempuan mencatat jumlah kasus kekerasan seksual pada Mei 2022-Desember 2023 mencapai 4.179. Laporan yang paling banyak diterima adalah KSBE, diikuti oleh pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Kasus KSBE yang diterima Komnas Perempuan mencapai 2.776 kasus. Sementara itu, ada 623 kasus pelecehan seksual dan sisanya adalah kasus pemerkosaan.
Komnas Perempuan menilai terjadi ketidaksinkronan Undang-Undang No.12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan undang-undang lain, seperti Undang-Undang No.1/2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kondisi tersebut dinilai menghambat penanganan kasus kekerasan seksual secara hukum. Dalam banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi, posisi korban masih sangat lemah.
Menurut Lestari, sejumlah catatan tersebut harus segera dicarikan solusi dalam rangka mewujudkan perlindungan yang menyeluruh bagi setiap warga negara.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat perkembangan modus tindak kekerasan seksual harus mampu diantisipasi oleh sejumlah perundangan yang ada saat ini.
Bila diperlukan, tegas Rerie, yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, berbagai upaya sinkronisasi sejumlah undang-undang yang ada misalnya, harus didorong untuk dilakukan, demi menciptakan keamanan dan kenyamanan setiap warga negara dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para pemangku kepentingan dan masyarakat memberi perhatian serius terhadap berbagai upaya perlindungan bagi setiap warga negara, dari ancaman tindak kekerasan seksual.
Rerie menegaskan, negara harus hadir dalam setiap proses pembangunan yang berupaya melaksanakan amanah konstitusi, yang antara lain memerintahkan negara untuk memberi jaminan perlindungan kepada setiap warga negara.