Foto: Bendera Iran vs Bendera Israel. Dok Aljazeera

Jakarta

Di tengah riak-riak badai geopolitik, suara bijak dan antisipatif mengalir dari salah satu tokoh terkemuka Indonesia. Dalam sinar diskusi daring yang menyala, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, mengguratkan catatan urgensi yang tak bisa diabaikan.

Dia menekankan perlu langkah antisipasi dampak berkelanjutan konflik global melalui berbagai kebijakan sebagai bagian upaya meningkatkan daya tahan perekonomian nasional.

Sebab, konflik antara Israel dan Iran, seperti guratan di langit yang mendung, bisa mencapai jantung ekonomi Indonesia. Seakan badai yang melanda, sektor energi nasional terancam terombang-ambing. Dan dalam jurang risiko itulah, pasar komoditas global berada dalam cengkeraman ketidakpastian,”

“Konflik Israel–Iran dapat berdampak pada sektor energi nasional dan menimbulkan potensi risiko terhadap pasar komoditas global. Sejumlah kebijakan antisipatif harus dipersiapkan untuk meredam dampak itu terhadap kinerja perekonomian nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Setelah Iran Menyerang Israel: Dampak Geopolitik dan Ekonomi, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu 24 April 2024.

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Abdul Kadir Jailani (Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI), Jaleswari Pramodhawardani (Pengamat Militer), Broto Wardoyo (Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia), dan Esther Sri Astuti (Direktur Eksekutif INDEF/Institute for Development of Economics and Finance) sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Muhammad Farhan (anggota Komisi I DPR RI) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, meskipun dampak langsung dari konflik global terhadap pasar komoditas relatif tidak terlalu besar, ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung dan respons kebijakan setiap negara akan terus memengaruhi sentimen investor dan mendorong fluktuasi pasar.

Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, kita harus mengakui bahwa kondisi ekonomi nasional terkini tidak dalam kondisi ideal, sehingga membutuhkan kebijakan antisipatif menyikapi eskalasi konflik global.

Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara), mendorong agar langkah diplomasi politik dan ekonomi segera dilakukan dalam upaya meredakan konflik yang terjadi.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap semua pihak dapat mengambil langkah yang tepat dalam mengantisipasi dampak gejolak dan tantangan global, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur di masa datang.

Abdul Kadir Jailani mengungkapkan ketegangan antara Iran dan Israel merupakan situasi yang sangat berbahaya, karena rawan terjadi salah perhitungan yang berpotensi menimbulkan perang di kawasan Timur Tengah.

Di dalam dunia yang sangat terkait, ujar Abdul Kadir, konflik di Timur Tengah itu berpotensi berdampak pada ekonomi nasional.

Pasalnya, tambah dia, kemungkinan yang akan terjadi adalah terjadinya disrupsi pada perairan dunia di Laut Merah yang akan mengganggu rantai pasok perdagangan global.

Pada konflik Ukraina-Rusia saja yang relatif jauh dari Indonesia, tegas Abdul Kadir, berdampak besar pada perekonomian nasional.

Ia berpendapat, kemungkinan yang akan terjadi dalam konflik Iran-Israel adalah aksi blokade Selat Hormuz yang merupakan penghubung dari perdagangan minyak dunia. Bila terjadi perang kawasan maka akan berdampak pada meningkatnya harga minyak dunia.

Bila harga minyak dunia meningkat drastis, tegas Abdul Kadir, potensi gangguan ekonomi akan berdampak pada kenaikan harga BBM di dalam negeri, kenaikan harga komoditas, ekspor ke Timur Tengah dan Eropa berpotensi terganggu, dan melemahnya nilai tukar rupiah.

Meski semua kemungkinan di atas belum terjadi, Abdul Kadir menegaskan Indonesia harus mempersiapkan skenario terburuk untuk menghadapi atau menjawab berbagai tantangan tersebut.

Ia mengungkapkan, Indonesia juga harus konsisten mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera bereaksi mengakhiri pendudukan Israel di Palestina dalam upaya menekan ketegangan di Timur Tengah.

Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan, kondisi dunia semakin dipenuhi dengan ketidakpastian. Instabilitas politik dan volatilitas ekonomi, tambahnya, menjadi faktor pendorong situasi yang memburuk.

Menurut dia, dalam satu dekade terakhir terjadi penguatan intensitas konflik global di berbagai wilayah mulai dari Eropa hingga Timur Tengah.

Di tengah konflik global yang terjadi saat ini, ujar Jaleswari, Indonesia dinilai masih memiliki risiko menengah hingga rendah. Meski demikian, konflik global harus diantisipasi sedini mungkin.

Dia berpendapat, perang kawasan akan terjadi bila negara-negara Arab mulai terlibat mendukung Iran atau Israel. Keterlibatan Arab Saudi dalam perang Iran-Israel diakui Jaleswari akan menegaskan terjadinya perang kawasan.

Broto Wardoyo mengungkapkan, hubungan antara Iran dan Israel sejak 1975 hingga 2024 tidak pernah ada fase tenang. Konflik kedua negara tidak terlepas dari pendudukan Israel di Palestina.

Dalam konflik dengan Iran, ujar Broto, Israel menjalankan sejumlah operasi intelejen yang menyasar para jenderal pengambil keputusan di Iran, serta kelompok-kelompok proxy Iran.

Langkah Israel itu, jelasnya, dijawab oleh Iran dengan operasi militer terbatas melalui serangan terhadap pusat militer Israel dan Amerika Serikat.

Esther Sri Astuti mengungkapkan kondisi perekonomian Indonesia tidak terlepas dari global shock di sektor politik dan keamanan.

Menurutnya, konflik yang melibatkan sejumlah negara Timur Tengah, yang merupakan produsen minyak dunia, tentu berpotensi mengganggu pasokan. Apalagi, tambah dia, negara-negara Timur Tengah memroduksi minyak 13 juta barel per hari.

Esther sangat berharap konflik Iran-Israel tidak meluas dan hanya limited war, agar tidak berdampak luas bagi Indonesia.

Sementara itu, Muhammad Farhan berpendapat, konflik di Timur Tengah adalah konflik geopolitik yang menggunakan motivasi agama.

Pendudukan Israel di Palestina, ujarnya, salah satu tujuannya adalah untuk memberi ruang lebih luas bagi kelompok Yahudi. Aksi tersebut mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok Islam di Timur Tengah yang belum bersatu.

Dalam upaya mencegah dampak konflik di Timur Tengah meluas ke perekonomian nasional, Farhan berharap pemerintahan yang baru pada tahun pertama harus segera merealisasikan janji untuk memberikan bantuan sosial, bantuan langsung tunai (BLT), dan program makan siang gratis. Setidaknya, jelas Farhan, langkah tersebut dapat menekan biaya konsumsi masyarakat.

Selain itu, Farhan juga berharap pemerintahan baru konsisten merealisasikan peningkatan investasi dengan tetap mengedepankan hak-hak masyarakat adat.

Bagikan Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *