Foto: Ilustrasi Koperasi

JAKARTA

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, menyerukan pentingnya penguatan koperasi agar dapat menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Menurutnya, koperasi memiliki potensi besar, namun memerlukan dukungan regulasi yang mampu menghadapi dinamika dan tantangan zaman.

“Koperasi seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945,” ungkap Asep dalam rapat kerja bersama Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).

Sebagai legislator asal Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor), Asep berharap agar Kementerian Koperasi menerapkan program berkelanjutan yang dapat memperkuat kemandirian ekonomi rakyat. Ia mencontohkan koperasi di Belanda yang sukses mendirikan Rabo Bank, bank besar dengan kantor di berbagai negara. “Semestinya Kementerian Koperasi memiliki visi yang sama dalam mengembangkan koperasi kita,” tambahnya.

Asep menegaskan, koperasi tidak seharusnya hanya berfokus pada distribusi susu dan beras, tetapi perlu menjadi instrumen utama dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. “Ini soal paradigma yang harus dimiliki Menteri dan jajaran Kementerian Koperasi jika ingin koperasi benar-benar menjadi pilar ekonomi rakyat,” jelas Asep, yang juga alumni Universitas Padjajaran, Bandung.

Lebih lanjut, Asep mengusulkan agar koperasi dapat memanfaatkan kredit pemerintah yang jumlahnya mencapai ribuan triliun. “Seharusnya koperasi bisa berkembang lebih pesat jika para penerima kredit dari bank pemerintah menjadi anggota koperasi,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar koperasi pekerja dapat dibentuk untuk membantu anggotanya saat terjadi pemutusan hubungan kerja, menjadikannya sebagai jaring pengaman sosial dan ekonomi bagi buruh.

Asep pun menyoroti stigma negatif yang masih melekat pada koperasi, terutama koperasi simpan pinjam yang sering terlibat kasus penipuan. “Banyak kasus fraud yang akhirnya mencoreng citra koperasi. Muncul istilah ‘KUD’ atau ketua untung duluan, yang membuat masyarakat semakin ragu terhadap koperasi,” tegas Asep.

Ia menekankan bahwa Kementerian Koperasi seharusnya tidak hanya bertindak saat terjadi masalah, melainkan perlu mengambil langkah preventif dengan segera merevisi regulasi yang ada. “Kita butuh regulasi yang mampu menjaga marwah koperasi sesuai amanat konstitusi, melindungi anggota, serta mempersiapkan program jangka panjang,” ujarnya.

Asep menilai bahwa regulasi koperasi yang saat ini masih berpedoman pada UU No. 25/1992 sudah usang dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. “Revisi UU Koperasi sudah mendesak. Kita memerlukan regulasi yang adaptif terhadap era digital dan perubahan lainnya,” pungkasnya.

Dengan pembaruan regulasi yang lebih inklusif dan responsif, Asep berharap stigma negatif terhadap koperasi dapat hilang, sehingga koperasi bisa kembali pada fungsinya sebagai pilar utama ekonomi rakyat.

Bagikan Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *