Foto: Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, dalam Launching Buku Pancasila Di Rumahku, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024).

Jakarta

JAKARTA (24 Juni): Pancasila di Rumahku merupakan sebuah gerakan, ikhtiar, kerangka aksi, sekaligus metodologi dalam menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.

“Hari ini sebenarnya bukan hanya launching buku. Buku ini hanya sebagai salah satu instrumen saja. Tapi yang ingin kami launching adalah Pancasila di Rumahku sebagai sebuah gerakan, ikhtiar, metodologi, dan kerangka aksi. Itu yang paling penting,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, dalam Launching Buku Pancasila Di Rumahku, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024).

Turut hadir memberikan orasi kebangsaan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, dan kata sambutan dari Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat.

Ideologi memiliki tiga elemen penting yakni view point, stand point, dan metode. Sebagai sebuah ideologi, Pancasila sudah tidak perlu diragukan mengenai view dan stand pointnya. Dalam metodenya, menurut Willy, selama ini Pancasila lebih sering dihadirkan dengan pendekatan yang deduktif dan indoktrinasi.

Untuk itu, Willy bersama tim Bumi Pancasila ingin menghadirkan pendekatan lain yakni pendekatan induktif melalui narasi-narasi untuk membumikan Pancasila.

“Ketika revolusi mental hanya dijadikan seminar satu ke seminar yang lain, itu akan hilang ketika tidak menjadi movement kita bersama, ketika tidak menjadi tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.

“Sebagai aktivis yang kebetulan skripsinya filsafat pemikiran Soekarno, dan kemudian diasuh oleh seorang yang punya pikiran luar biasa yaitu Bapak Surya Paloh, saya diajarkan untuk berpikir out of the box, untuk bertindak out of the box. Tidak biasa-biasa saja,” tambah Willy.

Salah satu upayanya adalah dengan menggelar lomba-lomba seperti karya tulis, siniar, komik, dan video dengan tema-tema Pancasila di kehidupan sehari-hari.

Willy juga mengaku resah dengan konten-konten yang disuguhkan di media sosial. Kebanyakan konten hanya memuat pornografi, horor, teror, dan hoaks.

“Saya kemudian berpikir. Kenapa kita nggak mencoba membuat pasokan konten. Untuk itulah kemudian pendekatan pola yang induktif ini digunakan melalui instrumen lomba,” jelasnya.

Narasi-narasi tersebut kemudian dihimpun menjadi bank narasi di website dan media sosial Bumi Pancasila untuk kemudian disebarluaskan.

“Ini ikhtiar kecil kita melalui kerangka metodologis dengan pendekatan partisipatori dan movement. Semoga generasi yang akan datang memiliki jiwa Pancasila yang benar-benar tumbuh dari bawah, bukan hanya Pancasila yang didiktekan. Semoga kita merayakan Pancasila hadir di tengah-tengah kita, di rumah kita,” tukas Willy.

Bagikan Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *