Foto: Ilustrasi jalan Tol.
Cilegon
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw, melayangkan kritik serius terhadap kualitas layanan jalan tol di Indonesia. Dalam kunjungan kerja spesifik ke ruas Tol Jakarta–Tangerang–Merak di Cilegon, Banten, legislator Partai NasDem ini menyoroti sejumlah persoalan yang dinilai belum sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diamanatkan undang-undang.
“Kami menerima banyak masukan dari masyarakat mengenai pelayanan jalan tol yang dinilai belum maksimal,” kata Roberth, Kamis (26/6/2025).
Dalam tinjauannya, Roberth mencatat berbagai keluhan publik yang terus berulang dari waktu ke waktu. Mulai dari jalan berlubang dan bergelombang, genangan air akibat drainase yang tidak berfungsi, rest area yang kotor dan minim fasilitas, hingga tarif tol yang dinilai tidak sebanding dengan pelayanan.

“Masalah-masalah seperti permukaan jalan yang bergelombang, sistem drainase yang buruk, hingga rest area yang kurang bersih menjadi sorotan utama,” tegasnya.
Selain itu, Roberth juga menyinggung masih adanya Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang belum menyediakan call center terpadu, yang seharusnya menjadi saluran resmi bagi pengguna jalan tol untuk menyampaikan keluhan atau laporan secara cepat dan efektif.
Menanggapi beragam persoalan tersebut, Komisi V DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol. Tujuannya adalah menggali langsung permasalahan di lapangan dan merumuskan langkah perbaikan konkret bersama pemerintah serta BUJT.
“Kunjungan hari ini merupakan bagian dari kerja Panja SPM Jalan Tol. Kami ingin melihat secara langsung bagaimana pemenuhan standar pelayanan di lapangan, terutama pada ruas Tol Jakarta–Tangerang yang dikelola oleh Jasa Marga, dan Tol Tangerang–Merak yang dikelola oleh Astra Infra,” jelas Roberth.
Politikus asal Papua itu mengingatkan bahwa pemenuhan SPM bukan sekadar komitmen moral pengelola, melainkan kewajiban hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022. Aturan ini dengan tegas menyebutkan bahwa BUJT wajib memenuhi standar layanan yang meliputi kondisi jalan, keselamatan pengguna, dan fasilitas pendukung.
“Ketidakpatuhan terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari penundaan penyesuaian tarif hingga pembatalan perjanjian pengelolaan,” ujarnya.
Roberth menegaskan bahwa Komisi V ingin mendengar langsung dari pemerintah dan pengelola tol terkait kondisi riil di lapangan dan rencana konkret untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam konteks politik kebijakan, ini menjadi ujian sejauh mana negara berpihak pada kepentingan publik, bukan semata pada kepentingan bisnis.
“Kami ingin penjelasan yang komprehensif dan mendalam, tidak hanya janji perbaikan, tapi juga roadmap yang terukur untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan tol,” pungkasnya.
Dengan pernyataan ini, Komisi V DPR menegaskan posisinya sebagai pengawal pelayanan publik, khususnya dalam infrastruktur strategis seperti jalan tol yang menyentuh langsung mobilitas rakyat dan daya saing nasional.