Foto: Ilustrasi industri kreatif.

Jakarta

Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung mempertanyakan restrukturisasi BUMN yang skala bisnisnya perlu ditingkatkan maupun yang sedang minim operasi. Salah satu klaster yang dibahas adalah BUMN yang terkait dengan industri kreatif dan budaya, seperti Pusat Perfilman Nasional (PFN), Balai Pustaka, dan Lokananta.

“Kita tidak anti asing, tetapi kita juga bisa mendorong film, lagu, dan budaya nasional untuk terus berkembang menjadi tuan di negeri sendiri. Bila perlu turut mendominasi kawasan serta menjadi acuan dunia. Menurut saya, peran BUMN-BUMN pada klaster industri kreatif menjadi relevan untuk misi ini,” ungkap Martin saat memimpin Rapat Panja Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN Komisi VI DPR RI bersama Holding Danareksa dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024).

Legislator NasDem yang akan kembali menjadi Anggota DPR RI Periode 2024-2029 itu juga mengungkapkan, saat ini banyak perubahan ekonomi dan ekosistem bisnis yang sudah terjadi sejak perusahaan-perusahaan itu didirikan, utamanya digitalisasi yang membuat mereka harus mengubah strategi bisnisnya agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.

“Seperti Lokananta, kita apresiasi Lokananta diperbaharui. Tapi apa memang perlu BUMN punya studio rekaman? Kalau memang diperlukan, maka katakanlah memproduksi materi-materi yang bukan sekedar memenuhi tuntutan pasar, tetapi juga yang membangkitkan jiwa ke Indonesiaan kita,” papar Martin.

Martin menambahkan, begitu pun dengan PFN yang terkait dengan perfilman, jika memang itu mau ditugaskan maka jangan disuruh cari untung.

“Jadi menurut saya, bapak perlu jujur atau tegaskan dengan kita (Komisi VI), supaya kita juga memperkuat posisinya, kalau memang itu yang diperlukan,” tegas Martin.

Diakui Martin, saat ini Lokananta maupun PFN seperti tengah dikepung oleh film, lagu, dan budaya asing yang mendominasi. Padahal, sering ditemui di daerah pemilihannya, banyak pelaku budaya dan industri kreatif Indonesia yang potensial dan berjuang untuk mendapatkan dukungan pembiayaan.

“Ini penting agar 280 juta penduduk Indonesia ini tidak dikangkangi atau didominasi oleh lagu-lagu negara lain, budaya negara lain, film negara lain. Nah kalau memang kita perlu seperti itu, ya ayo kita dorong sama-sama,” tegas Martin.

Di akhir paparannya, Martin juga mengungkapkan budaya KPOP (Korea) juga didukung oleh negara. Ada pembiayaan yang mendukung kegiatan industri kreatif itu.

“Jadi kalau saya liat, seperti Balai Pustaka, Pusat Perfilman Negara, digabung lalu fokus untuk pembiayaan konten-konten keindonesiaan sehingga membuat Indonesia nge-pop gitu, lho,” pungkasnya.

Bagikan Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *