Foto: Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru.
Jakarta, partainasdembali.org
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru meminta pemerintah pusat dan daerah bersinergi untuk mengidentifikasi faktor dominan penyebab anak putus sekolah. Penyelesaian masalah tersebut harus berbasis data yang akurat.
“Seluruh program atau kebijakan untuk menangani masalah anak putus sekolah harus berbasis data akurat. Akan sulit memantau jika tanpa data,” ujar Ratih dalah Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk ‘Mengurangi Angka Putus Sekolah dalam Mempersiapkan Generasi Penerus Menuju Indonesia 2045’, Rabu (7/6/2023).
Dalam paparannya Ratih mengatakan faktor penyebab anak putus sekolah sangat beragam. Mulai dari kondisi ekonomi keluarga, daya tampung sekolah negeri yang terbatas, faktor geografis wilayah yang sulit, hingga pandemi Covid-19.
“Banyak yang putus sekolah ini dari orang tuanya yang petani, nelayan, anaknya ikut membantu bertani, melaut untuk membantu ekonomi keluarga. Jadi terpaksa putus sekolah, padahal keinginan sekolah mereka masih tinggi,” urainya.
Permasalahan lainnya ialah daya tampung sekolah negeri yang belum memadai. Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Barat itu mengatakan, SMA atau SMK negeri yang ada belum mampu menampung bahkan 50% lulusan SMP.
“Betul kehadiran sekolah swasta membantu penyerapan siswa. Tapi sekolah di swasta memiliki tantangan baru lagi. Kembali masalah ekonomi dan biaya,” tandasnya.
Ratih menambahkan, tingginya angka anak putus sekolah berakibat pada berbagai hal. Seperti rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM), meningkatnya pengangguran, dan kriminalitas.
“Selain itu, anak putus sekolah berarti tidak mempunyai ijazah. Padahal sampai detik ini di Indonesia masih menjadi standar minimum untuk penerimaan karyawan dengan gaji yang layak. Jadi artinya mereka akan sangat sulit keluar dari garis kemiskinan,” jelas Ratih.
Lebih lanjut Ratih menegaskan, pemerintah pusat dan daerah harus bekerja keras untuk mewujudkan wajib belajar 12 tahun. Kebijakan dan anggaran pendidikan harus mampu mengurangi angka anak putus sekolah.
“Diperlukan sinergitas pemerintah pusat dan daerah, lintas sektor termasuk partisipasi masyarakat. Pemda harus aktif mengidentifikasi faktor anak putus sekolah,” tukas Ratih.