Foto: Wakil Ketua Bidang Ekonomi DPW Partai NasDem Provinsi Bali Pontas Hottua Simamora.
Denpasar, partainasdembali.org
Wakil Ketua Bidang Ekonomi DPW Partai NasDem Provinsi Bali Pontas Hottua Simamora, sepakat dan mendukung rencana Pemerintah Provinsi Bali untuk menerapkan pungutan sebesar Rp. 150 ribu per wisatawan asing yang datang ke Bali mulai tahun 2024 namun tetap memberikan sejumlah catatan kritis.
Payung hukum atas pungutan turis asing tersebut telah disiapkan melalui Peraturan Daerah tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Perlindungan Kebudayaan yang telah ditetapkan pada Rapat Paripurna ke-33 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023 di Ruang Sidang Utama DPRD Provinsi Bali, Senin 24 Juli 2023.
Pontas mengaku setuju dengan Rancangan Perda ini dan menduga rencana Perda yang baru ini dikarenakan dalam faktanya banyak warga di daerah atau tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan mancanegara tidak mendapat keuntungan finansial, dan malah diberi beban atau tanggung jawab untuk merawat tempat-tempat tersebut.
“Sebagai contoh Teras Sawah Tegalalang Ubud, petaninya harus merawatnya setiap hari, namun untuk membayar pajak PBB-nya pun mereka tidak sanggup kalau hanya mengandalkan hasil dari panen padi dari sawah tersebut. Ketika para petani tersebut bereaksi menutup sawahnya dengan seng, pihak hotel dan para pedagang protes,” kata Pontas dalam keterangannya Selasa 25 Juli 2023.
Contoh lain, kata Pontas, subak-subak di Bali seperti di Jatiluwih yang begitu terkenal dan menjadi ikon Bali sejak dahulu kala. Komunitas subak diberi tanggung jawab untuk merawat, namun yang mendapat keuntungan atau pemasukan hanyalah pelaku bisnis hotel, villa, restoran, hingga agen perjalanan di sekitarnya.
“Oleh karenanya, saran konkritnya adalah pemasukan atas retribusi atau pungutan turis asing ini nantinya sebanyak-banyaknya harus dimanfaatkan dan dialokasikan untuk merawat tempat-tempat wisata yang selama ini terabaikan dan dinikmati secara gratis oleh para wisatawan yang datang ke Bali semacam yang saya sebutkan contoh tadi,” ungkap Pontas.
“Bila perlu ada kompensasi berupa fasilitas gratis yang membuat mereka senang seperti naik bis gratis, sewa sepeda gratis di DTW, menyediakan toilet bersih, penjelasan tentang obyek wisata dan bila perlu guide audio dan sebagainya,” sambung Pontas.
Namun demikian, perlu sosialisasi yang baik dari kebijakan Pemerintah Provinsi Bali untuk menerapkan pungutan sebesar Rp. 150 ribu per wisatawan yang datang ke Bali mulai tahun 2024 ini. Jangan sampai ada image pariwisata di Bali banyak sekali pungutan-pungutan atau retribusi, padahal kalau dilihat jumlahnya hanyalah “uang kecil” atapun receh. Akan lebih baik dicari saja ektensifikasi atau intensifikasi pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang lebih kreatif.
Ditambahkan oleh Pontas “kalau bisa pemungutannya di lokasi wisata/ DTW tertentu saja, artinya DTW tersebut hanya bisa dikunjungi oleh orang asing yang sudah bayar retribusi. “Jika setuju silahkan bayar terlebih dahulu. Jadi tidak asal pukul rata semua orang asing yang ke Bali terkena retribusi,” ujarnya.
Perlu diperhatikan pula, kata Pontas, tidak semua orang asing yang datang ke Bali untuk tujuan berwisata, kemungkinan ada juga sebagai investor atau calon investor, pertukaran pelajar, diplomat, atlet, dosen tamu, permanent resident atau tenaga ahli atas undangan pemerintah, relawan bencana/ LSM atau sekedar melintas dari atau ke Jawa Lombok, dan sebagainya.
“Saran saya mereka dibebaskan dari retribusi jenis yang satu ini. Jadi, kalau belum diatur dalam Perda, baiknya dalam pelaksanaannya harus jelas dan tegas wisatawan atau orang asing yang bagaimana yang dikenakan retribusi. Saran ini disampaikan karena toh Ranperda ini masih dalam bentuk draft dan masih menunggu verifikasi dari Kemendagri dan juga masih ada waktu untuk diperbaiki sebelum di-Perda-kan pada tahun 2024 nanti,” pungkas Pontas.