Foto: Ilustrasi kaum difabel.
Semarang
Di sebuah hari yang cerah di Semarang Senin 12 Agustus 2024, ketika sinar matahari menyusup melalui jendela-jendela gedung pertemuan, Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI, berdiri di hadapan audiens yang serius. Ada semangat dalam suaranya saat ia berbicara tentang sesuatu yang dekat dengan hatinya—perlunya perubahan cara pandang masyarakat terhadap kaum difabel.
“Bagaimana kita dapat melihat teman-teman kita yang menyandang disabilitas bukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang berdaya, mampu berkontribusi dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat?” tanyanya retoris, seolah menggugah kesadaran yang lebih dalam di antara mereka yang hadir.
Lestari, atau yang akrab disapa Rerie, sadar bahwa untuk mencapai perubahan ini, peran media penyiaran sangatlah krusial. Selama ini, banyak lembaga penyiaran yang tanpa sadar menempatkan kaum difabel dalam sudut pandang yang sempit—sekadar objek dalam cerita charity atau sekadar hiburan yang membangkitkan rasa kasihan. Padahal, di balik segala keterbatasan fisik, terdapat kekuatan, ketangguhan, dan kemampuan yang layak mendapatkan sorotan positif.
Di tengah keramaian acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa yang diinisiasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Rerie menggarisbawahi betapa pentingnya literasi media yang inklusif. Bukan hanya sekadar mengedukasi, tetapi juga membangun empati, menghilangkan stigma, dan mengajak masyarakat untuk melihat dengan kacamata yang berbeda.
“Kaum perempuan difabel, misalnya, menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Mereka rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi, dan ini adalah kenyataan yang pahit. Kita harus mengangkat cerita mereka, bukan untuk meraih simpati, tetapi untuk memicu kesadaran dan mendorong solusi yang nyata,” lanjut Rerie dengan nada yang tegas, namun penuh kepedulian.
Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI, tidak hanya berbicara sebagai seorang wakil rakyat, tetapi sebagai seseorang yang mendambakan perubahan nyata dalam kehidupan kaum difabel di Indonesia. Harapannya sederhana namun mendalam: agar literasi yang inklusif ini terus menyebar ke seluruh pelosok negeri, menyentuh hati dan pikiran setiap orang yang mendengarnya.
Di balik semua upaya ini, ada sebuah tujuan luhur yang ingin dicapai—perlindungan bagi setiap warga negara tanpa terkecuali, sesuai dengan amanat konstitusi. Kaum difabel, seperti kita semua, berhak atas perlindungan, pengakuan, dan kesempatan untuk menjalani hidup yang bermakna. Media penyiaran, dengan segala kekuatan yang dimilikinya, diharapkan mampu menjadi jembatan perubahan ini, membawa suara-suara yang selama ini terabaikan ke tengah panggung utama.