Foto: Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rico Sia.
Jakarta
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rico Sia, menegaskan dukungannya atas komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mendorong Indonesia menjadi negara produsen. Saat perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mengalami krisis hingga dinyatakan pailit, pemerintah langsung terjun membantu. Hal ini, menurut Rico, merupakan langkah yang sejalan dengan visi Presiden.
Pekan lalu, Komisi VII DPR melakukan kunjungan kerja ke PT Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, untuk berdiskusi dengan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto. Dari perbincangan tersebut, Rico mengaku menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses pailit Sritex yang mempekerjakan sekitar 50 ribu orang.
“Kami sempat pancing pertanyaan, kenapa tidak dipailitkan saja? Sritex punya utang sekitar Rp20 triliun, tapi Pak Iwan menjawab, ‘Kalau kami bangkrut, bagaimana nasib 50 ribu karyawan?’” kata Rico, mengutip pernyataan Iwan saat rapat dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Lebih lanjut, Rico menanyakan apakah Sritex membutuhkan bantuan finansial dari pemerintah. Iwan Setiawan, menurut Rico, menolak, dan menyatakan bahwa pihaknya hanya ingin kesempatan untuk terus beroperasi tanpa bantuan dana. “Pak, kami hanya ingin bekerja, bukan uang. Jika bisa, batalkan saja putusan pailitnya. Kami masih ingin terus beroperasi,” ujar Rico menirukan jawaban Iwan.
Rico juga mencatat bahwa meski Sritex masih mengalami kerugian, perusahaan menunjukkan tren keuangan yang membaik. “Sritex mencatat pertumbuhan yang positif, dari minus 140 persen menjadi minus 4 persen. Meski masih negatif, pertumbuhannya terlihat signifikan,” jelas Rico.
Namun, ia menemukan kendala lain: gugatan pailit terhadap Sritex diajukan oleh investor asing (PMA) yang selama ini menyuplai barang. “Apakah ini indikasi upaya pengambilalihan perusahaan atau ada motif lain? Ini pertanyaan besar bagi saya,” ungkap Rico.
Rico menggambarkan kondisi Sritex saat ini seperti orang sehat yang terus diambil darahnya. “Ketika pailit, Sritex tetap harus menjalankan produksi meski mereka sedang melawan dalam proses banding dan kasasi. Mereka dilarang impor dan produksi, tapi masih harus membayar utang. Ini situasi yang tidak masuk akal,” tandasnya.
Rico juga mengkritisi kebijakan impor benang yang dikenai pajak tinggi, sementara produk jadi impor tidak dikenakan bea masuk. Hal ini, menurutnya, mengakibatkan tingginya harga produk tekstil lokal dan merugikan produsen dalam negeri.
Dalam kesempatan tersebut, Rico turut mendorong inovasi industri dalam negeri, termasuk PT Pindad. Menurutnya, PT Pindad yang memproduksi kendaraan taktis Maung harus mulai mempertimbangkan inovasi kendaraan hybrid atau listrik. “Presiden sangat mendukung produk dalam negeri. Kita harus mulai bertransformasi agar kendaraan buatan kita mampu bersaing secara global,” tutup Rico.
Dukungan NasDem dan perhatian Komisi VII ini diharapkan dapat memberikan solusi konkret bagi Sritex dan mengukuhkan visi besar Indonesia sebagai negara produsen mandiri.