Foto: Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem di DPR RI, Aminurokhman.
Jakarta
Di tengah hiruk-pikuk politik pasca pemilihan, muncul kabar bahwa Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40. Wacana ini mengundang perhatian dan tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem di DPR RI, Aminurokhman. Dalam keterangannya pada Rabu, 15 Mei 2024, Aminurokhman menekankan pentingnya efektivitas dan pertimbangan yang matang dalam rencana tersebut.
“Efektivitas lembaga itu harus tetap menjadi acuan dalan mempertimbangan jumlah kementerjan lembaga,” kata Aminurokhman.
Aminurokhman menegaskan, penambahan kementerian harus selaras dengan visi dan misi presiden terpilih. Ia percaya bahwa hanya presiden yang paling memahami kementerian apa saja yang diperlukan untuk mewujudkan visi tersebut. “Untuk mewujudkan visi misi itu kan presiden yang lebih tahu ya, kementerian dan lembaga apa saja yang akan dibentuk,” ujar Aminurokhman.
Sistem presidensial, lanjutnya, memberi hak prerogatif kepada presiden untuk mengangkat para pembantunya berdasarkan fungsi kelembagaan yang ada. “Sepanjang hal itu bisa menjadi kebutuhan yang proporsional dan bisa berjalan efektif dan produktif untuk mewujudkan visi misi negara, saya kira masyarakat juga harus memahami itu,” katanya.
Untuk merealisasikan penambahan kementerian, Prabowo memiliki dua jalur konstitusional yakni merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara atau penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, turut berkomentar bahwa penambahan kementerian sah-sah saja selama bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, Hendri mengingatkan agar hal ini tidak menjadi ajang bagi-bagi jabatan kepada para pendukung politik.
“Yang jadi polemik itu kalau penambahan kementerian cuma gara-gara untuk menampung pendukung Prabowo, itu jangan ya. Jadi perdebatan ini bukan pada kuantitas, tapi pada tatanan kualitas,” ujar Hendri. Ia juga menyoroti potensi peningkatan pengeluaran negara akibat penambahan kementerian, baik untuk gaji pegawai maupun biaya operasional kementerian baru.
Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, berpendapat bahwa penambahan atau pengurangan jumlah kementerian adalah hak prerogatif presiden. “Yang berpendapat perlu atau tidak menambah jumlah kementerian itu prerogatifnya presiden. Itu perlu tidak perlu itu berdasarkan analisisnya dia kan, kita tidak bisa mengatakan perlu atau tidak orang yang mengerjakan itu dia,” kata Piter.
Menurut Piter, efektivitas pemerintahan tidak ditentukan semata oleh jumlah kementerian, melainkan oleh siapa yang berada di dalamnya. Namun, ia juga mengingatkan bahwa penambahan kementerian pasti akan menambah beban APBN, terutama dari sisi gaji dan anggaran program kementerian baru. “Tambah satu menteri tambah satu rombongan, tambah dua menteri tambah dua rombongan. Belum program kerjanya, belum kantornya,” tambahnya.
Dengan semua pertimbangan ini, Piter menekankan bahwa pemerintah selanjutnya perlu benar-benar mempertimbangkan rencana penambahan jumlah kementerian. Ia berharap, jika memang langkah ini diambil, Prabowo dan timnya sudah memperhitungkan secara matang besaran anggaran yang diperlukan.
Dalam suasana politik yang dinamis, masyarakat menanti keputusan bijak yang akan diambil oleh presiden terpilih, demi masa depan pemerintahan yang efektif dan efisien, serta mewujudkan visi misi yang diharapkan.