Foto: Ilustrasi Gen Z pengangguran.

Jakarta

Anggota Komisi XI DPR RI Charles Meikyansah mendorong pemerintah untuk memberikan atensi lebih kepada jumlah pengangguran di Indonesia yang terus melonjak tajam, khususnya pada generasi-Z (Gen-Z).

“Polemik susahnya Gen Z mencari pekerjaan itu memang harus dibahas lebih komprehensif. Apa masalah yang sebenarnya dan bagaimana cara mengatasinya, agar segera mendapat solusi untuk generasi muda ini,” ungkap Charles dalam keterangannya, Jumat (9/8).

Legislator NasDem yang akan kembali duduk di kursi Senayan pada periode 2024-2029 ini juga menyoroti isu Gen Z yang sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini membuat miris mengingat seharusnya Gen Z saat ini berada dalam usia produktif.

“Ini, kan, ramai di media sosial, Gen Z sulit mendapat kerja karena kebijakan dan syarat mendapat pekerjaan terlalu sulit. Pemerintah harus beri atensi lebih dan segera temukan solusinya,” ungkap Charles.

Ditambahkan Charles, menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, ada 3,6 juta Gen Z usia 15-24 yang menganggur tahun ini. Sementara total pengangguran terbuka di Indonesia ada di angka 7,2 juta. Itu artinya, Gen Z menyumbang 50,29% dari total pengangguran terbuka di Indonesia.

Jika ditambah dengan mereka yang tergolong bukan angkatan kerja tetapi tidak sedang sekolah atau pelatihan (Not in Employment, Education or Training/NEET), jumlah pengangguran mencapai 9,9 juta.

Menurut Charles, walaupun masalah budaya kerja hingga perilaku Gen Z yang dinilai dapat mengubah sistem kerja di perusahaan, hal itu seharusnya tidak serta merta membuat mereka ‘disingkirkan’ dari persaingan dunia kerja.

“Gen Z ini memiliki keunggulan di industri kreatif yang sangat penting dan dibutuhkan dalam era digital saat ini. Mereka seharusnya bisa diberdayakan dengan baik dan diberikan pendidikan nonformal tentang budaya kerja,” tegas Charles.

Diketahui banyak perusahaan yang mengeluhkan etika kerja Gen Z yang tidak biasa dan kerap membuat rugi perusahaan. Dalam dunia kerja, Gen Z diketahui memiliki kekhasan sendiri karena mayoritas memilih pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya seperti work life balance, bekerja remote, dan sangat peduli terhadap komponen gaji.

“Sebenarnya baik ya tuntutan-tuntutan itu, namun banyak perusahaan yang masih memiliki budaya yang menuntut karyawan militan dalam bekerja. Harus ada formulasi yang adil agar ada win-win solution untuk semua,” pungkas Charles.

Bagikan Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *