Foto: Praktisi pariwisata yang juga Wakil Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DPW Partai NasDem Bali I Gusti Ngurah Bagus Eka Subagiartha yang akrab disapa Gus Eka, meminta Pemerintah Pusat mengkaji usulan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan.
Denpasar
Bali, pulau yang tak pernah kehabisan pesona, kembali menjadi sorotan pembicaraan. Kali ini, bukan hanya karena keindahan alamnya yang memesona atau kearifan budayanya yang memikat, tetapi karena wacana baru dari Pemerintah Pusat yang mengusulkan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan. Namun, apa yang membuat wacana ini menimbulkan sorotan tajam?
Wacana tersebut, meski masih dalam tahap kajian awal dan diskusi, telah menimbulkan polemik. Mengapa? Sebab, pulau dewata telah terlebih dahulu menerapkan Pungutan Wisatawan Asing (PWA) sebesar Rp 150 ribu per orang sejak 14 Februari 2024. Sebuah langkah yang dianggap cukup berat bagi para wisatawan yang datang menikmati pesona Bali.
Menurut praktisi pariwisata yang juga Wakil Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DPW Partai NasDem Bali I Gusti Ngurah Bagus Eka Subagiartha yang akrab disapa Gus Eka, wacana pemerintah pusat soal pengenaan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan haruslah disertai dengan kajian mendalam.
“Wacana ini harus dikaji matang dan disosialisasikan dulu pembahasannya terlebih dahulu terkait tujuan dan bagaimana konsep pelaksanaannya nanti,” ungkapnya.
Namun, Gus Eka tidak menolak langkah pemerintah pusat secara utuh. Dia menyadari bahwa dana yang terkumpul dari pungutan wisatawan asing di Bali telah digunakan untuk tujuan yang baik, seperti perlindungan adat, tradisi, seni budaya, pemuliaan lingkungan, dan peningkatan kualitas pelayanan pariwisata di Bali. Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah penerapan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan akan berdampak ganda bagi wisatawan di Bali?
Gus Eka menyoroti pentingnya sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan pungutan wisatawan asing di Bali. Jika pungutan tersebut disinkronkan dengan baik, pembagiannya haruslah proporsional. Hal ini agar tidak ada kesan pengenaan pungutan ganda bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Namun, di tengah semua ini, Gus Eka tetap menyambut positif pemberlakuan kebijakan pungutan terhadap wisatawan asing di Bali sebesar Rp 150.000 per orang dari Pemerintah Provinsi Bali. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Daerah (Perda) Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali.Dia percaya bahwa kebijakan ini merupakan langkah yang penting dalam perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali.
Namun, di balik segala harapan, Gus Eka juga menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi dalam pengelolaan dana pungutan wisatawan. “Jangan sampai dana pungutan wisatawan asing tersebut sampai bocor kemana-mana, atau lebih parah lagi dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana tersebut menjadi perhatian serius Gus Eka. Baginya, dana yang terkumpul haruslah digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Bali secara keseluruhan.
“Penggunaannya harus mengarah kepada hal-hal yang efektif, yang benar-benar menyentuh kesejahteraan masyarakat Bali,” tandas tokoh Bali yang juga berkecimpung di dunia pendidikan ini dengan mendirikan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Raditya Widyatama sebagai LPK Pertama di Bali yang menggunakan kurikulum pembelajaran JFT-Basic dan SSW (Specified Skilled Workers) untuk Visa Kerja Resmi Tokutei Gino uke Jepang dan telah memberangkatkan banyak lulusannya bekerja ke Jepang.
Pengelolaan dana pungutan wisatawan asing di Balidiharapkan langkah-langkah tersebut dapat membawa dampak positif yang nyata bagi Bali, pulau yang selalu menyimpan pesona magisnya bagi dunia.