Foto: Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari.
Jakarta, partainasdembali.org
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, berharap agar proses diskusi dan pembahasan RUU Perampasan Aset didasarkan pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis atau bersandar pada isu populer atau pun emosional.
Menurut Taufik, selama ini narasi yang dibangun seolah DPR menghambat atau menolak RUU tersebut. Padahal kenyataannya, naskah RUU itu masih ada di pemerintah dan baru beberapa hari ini diserahkan ke DPR.
“Saya khawatir perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi seolah-olah terjadi penolakan. Padahal, semata hal tersebut adalah perdebatan hukum untuk memastikan RUU tetap sesuai dengan prinsip-prinsip hukum,” kata Taufik dalam keterangannya, Minggu (7/5/2023).
Surat presiden (surpres) berikut naskah RUU Perampasan Aset terkait Tindak Pidana telah dikirimkan ke DPR pada Kamis (4/5). Presiden Joko Widodo menugaskan Menko Polhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna H Laoly, Jaksa Agung St Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi wakil pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut bersama DPR.
Taufik berharap pembahasan RUU Perampasan Aset fokus pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis. Pembahasan perlu hati-hati agar tidak melanggar proses hukum yang adil, peradilan yang jujur dan adil, dan asas praduga tidak bersalah.
Legislator dari Dapil Lampung I (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pringsewu, Pesisir Barat) itu mengaku belum mengetahui substansi naskah RUU Perampasan Aset yang baru dikirim pemerintah. Menurutnya, selama ini yang menjadi diskursus terkait isu perampasan aset adalah pada pengaturan mekanisme hukum perampasan aset.
Yang akan menjadi perdebatan hukum, tambah Taufik, yakni RUU itu nantinya akan menerapkan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF) atau perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak.
Taufik menegaskan, perdebatan itu bukan berarti penolakan terhadap NCB-AF dan tidak mendukung pemberantasan korupsi. Namun, hal itu terkait persoalan prinsip hukum dan hak asasi manusia tentang jaminan terhadap proses hukum yang sesuai dengan prinsip peradilan yang jujur dan adil, serta asas praduga tak bersalah.
“Apabila diterapkan maka selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum, juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum atau pun dengan alasan politis,” tutur Taufik.
Untuk mengatasi hal itu, kata dia, RUU Perampasan Aset harus secara ketat mengatur dan memastikan jaminan terhadap proses hukum dan peradilan yang jujur dan adil menjadi dasarnya. Selain itu, harus diatur pula mekanisme pengujian (challenge) atas tindakan perampasan aset yang sewenang-wenang atau jika terdapat kesalahan untuk melindungi orang yang tidak bersalah.