Foto: Ilustrasi Kekerasan Seksual
JAKARTA
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menegaskan bahwa penyelesaian kasus kekerasan seksual melalui cara adat atau dengan menikahkan pelaku dan korban adalah langkah keliru. Ia menekankan, kekerasan seksual adalah tindak pidana yang harus diproses secara hukum, bukan diselesaikan melalui tradisi atau kekeluargaan.
“Saya kira logika kearifan lokal seperti ini perlu dikoreksi. Ini jelas salah dan harus diubah,” kata Sahroni dalam keterangannya, Rabu (18/12), merespons pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sebelumnya, Kapolri mengungkapkan fenomena penyelesaian kasus kekerasan seksual melalui pernikahan adat saat meresmikan Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri, Selasa (17/12).

Sahroni menyoroti dampak mendalam pada korban kekerasan seksual. Menurutnya, tekanan keluarga untuk menikah dengan pelaku justru memperburuk trauma yang dialami korban.
“Bayangkan, korban yang sudah menderita trauma malah harus dinikahkan dengan pelaku. Dari awal saja ini sudah salah. Pernikahan seperti ini malah berpotensi melahirkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” ujarnya.
Sebagai legislator dari Dapil DKI Jakarta III, Sahroni meminta polisi bersikap tegas terhadap kasus-kasus semacam ini. Ia mendesak Polri untuk memastikan bahwa kekerasan seksual diproses secara pidana dan korban mendapatkan keadilan serta perlindungan.
Sahroni menegaskan, Polri harus mengambil langkah proaktif dalam menangani kekerasan seksual. Polisi diharapkan tidak hanya menangkap pelaku, tetapi juga melindungi korban dari tekanan mediasi yang seringkali memaksakan pernikahan sebagai solusi.
“Korban harus dilindungi dan diberi keadilan. Menikahkan korban dengan pelaku bukan solusi, itu penghinaan terhadap keadilan,” tegas Sahroni.
Kapolri Jenderal Listyo sebelumnya menyatakan perlunya penelitian khusus terkait penyelesaian kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan perempuan dan anak. Tujuannya adalah menciptakan pendekatan penyelesaian yang benar-benar mengutamakan keadilan dan kepentingan korban.
Melalui langkah tegas dan pendekatan yang berpihak pada korban, Sahroni berharap Indonesia dapat meninggalkan cara-cara adat yang merugikan, sekaligus menciptakan perlindungan lebih baik bagi perempuan dan anak dari kekerasan seksual.