Foto: Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) Willy Aditya yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI.

Jakarta, partainasdembali.org

Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah disahkan menjadi usulan inisiatif DPR RI. Pembahasan lebih lanjut RUU itu diharapkan mengusung prinsip partisipasi dari semua pihak.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Willy Aditya, membeberkan sejumlah isu krusial terkait draf beleid tersebut.

Pertama, mengenai split model, yakni pembagian pengaturan terkait PRT yang direkrut secara langsung oleh pengguna jasa dan yang direkrut secara tidak langsung atau melalui penyalur.

“Ini yang menjadi titik krusialnya di mana hasil dari beberapa kali proses penyusunan draf ini, masukan dari teman-teman pakar, Indonesia cukup berbeda dengan negara-negara industrialis,” ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Legislator NasDem itu menerangkan, di negara industrialis, pekerja yang bekerja di sektor domestik mendapat hak yang setara dengan pekerja formal. Sedangkan di Indonesia, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum mengakui adanya domestic/social worker.

“Hanya orang yang bekerja di sektor barang dan jasa yang dipandang sebagai pekerja,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI ini.

Isu krusial kedua terkait penyalur PRT. DPR mengusulkan penyalur tidak lagi berbentuk yayasan, tapi berbentuk badan usaha yang berbadan hukum.

“Levelnya pun diturunkan dari provinsi menjadi kabupaten/kota untuk perizinan dan pengawasannya. Di mana bisa sedini mungkin, secermat mungkin untuk menghindari human trafficking,” ujarnya.

Selanjutnya adalah terkait keterlibatan pemerintah untuk mengintervensi Balai Latihan Kerja agar memberikan persyaratan minimum kepada PRT.

“Jadi kami sebutnya win win solution. Tidak hanya PRT yang diuntungkan, tapi juga pemberi kerja. PRT, pemberi kerja, dan pemerintah, ini tiga aktor penting yang sama-sama kita atur dalam RUU PPRT,” jelas legislator dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) itu.

Lebih lanjut Willy menegaskan, setelah nantinya RUU PPRT disahkan menjadi UU tentu akan memberi pelindungan bagi pekerja domestik, termasuk yang ada di luar negeri.

“Domestic worker kita yang bekerja di luar negeri, buruh migran kita. Mereka langsung memiliki stand point terhadap dispute-dispute (sengketa) yang selama ini mandeg,” tegasnya.

Di sisi lain Willy juga berharap dalam pembahasan lanjutan RUU PPRT ini nantinya bisa mengedepankan prinsip partisipasi dari seluruh kelompok masyarakat.

“Masyarakat sipil, akademisi, organisasi sosial kemasyarakatan, mahasiswa, semua akan kita minta pandangannya. Kenapa? Karena ini menjadi benchmarking kedua setelah suksesnya UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Jadi ada partisipasi publik yang kuat di sana,” tandas Willy.

Menurut Willy, RUU PPRT memberikan harapan bagi para PRT yang selama ini termarjinalkan dan terpinggirkan.

“Memberikan harapan bagi kelompok marjinal, kelompok yang selama ini cukup terpinggirkan, mengalami tindak kekerasan, pelecehan dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Legislator NasDem itu menjelaskan, pembahasan RUU PPRT di DPR akan dimulai setelah menerima Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

“Sejauh ini Presiden sudah cukup siap. Presiden sudah berstatement dengan political will yang luar biasa. Presiden juga sudah membentuk gugus tugas yang diketuai Wamenkumham (Edward Omar Sharif Hiariej),” jelasnya.

Willy berharap Presiden segera mengirim surpres dan DIM agar pembahasan bisa segera dilanjutkan. “Kami berharap Presiden secepat mungkin mengirim surpres dan DIM,” pungkas Willy.

Bagikan Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *